1. Definisi Watermarking
Watermarking merupakan suatu
bentuk dari steganography (Ilmu yang mempelajari bagaimana menyembunyikan suatu
data pada data yang lain), dalam mempelajari teknik-teknik bagaimana
penyimpanan suatu data (digital) kedalam data host digital yang lain (Istilah
host digunakan untuk data / sinyal digital yang ditumpangi),
tetapi orang lain tidak menyadari kehadiran adanya data tambahan pada data
host-nya. Jadi seolah-olah tidak ada perbedaan antara data host sebelum dan
sesudah proses watermarking. Disamping itu data yang ter-watermark harus tahan
(robust) terhadap serangan-serangan baik secara sengaja maupun tidak sengaja
untuk menghilangkan data watermark yang terdapat didalamnya. Watermark juga
harus tahan terhadap berbagai jenis pengolahan / proses digital yang tidak
merusak kualitas data yang ter-watermark.
Dengan pengertian yang sama
maka watermarking digital dapat diartikan sebuah sinyal yang disisipkan
pada suatu data digital (audio, video, citra maupun teks) sedemikian hingga
dapat dideteksi atau diekstraksi kemudian tanpa merubah / menghilangkan fungsi
utama dari data digital yang disisipi. Beberapa istilah yang sering digunakan
dalam watermarking adalah watermark, host, dan watermarked
media. Watermark merupakan sinyal yang disisipkan, host adalah
istilah untuk media digital yang disisipi, sedangkan watermarked media
adalah media yang telah disisipi watermark.
Watermarking (tanda air) ini
agak berbeda dengan tanda air pada uang kertas. Tanda air pada uang kertas
masih dapat kelihatan oleh mata telanjang manusia (mungkin dalam posisi kertas
yang tertentu), tetapi watermarking pada media digital disini dimaksudkan tak
akan dirasakan kehadirannya oleh manusia tanpa alat bantu mesin pengolah
digital seperti komputer, dan sejenisnya. Steganography berbeda dengan
cryptography, letak perbedaannya adalah hasil keluarannya. Hasil dari
cryptography biasanya berupa data yang berbeda dari bentuk aslinya dan biasanya
datanya seolah-olah berantakan (tetapi dapat dikembalikan ke bentuk semula)
sedangkan hasil keluaran dari steganography ini memiliki bentuk persepsi yang
sama dengan bentuk aslinya, tentunya persepsi disini oleh indera manusia,
tetapi tidak oleh komputer atau perangkat pengolah digital lainnya.
Watermarking
ini memanfaatkan kekurangan-kekurangan sistem indera manusia seperti mata dan
telinga. Dengan adanya kekurangan inilah, metoda watermarking ini dapat
diterapkan pada berbagai media digital. Jadi watermarking merupakan suatu cara
untuk penyembunyian atau penanaman data / informasi tertentu (baik hanya berupa
catatan umum maupun rahasia) kedalam suatu data digital lainnya, tetapi tidak
diketahui kehadirannya oleh indera manusia (indera penglihatan atau indera pendengaran),
dan mampu menghadapi proses proses pengolahan sinyal digital sampai pada tahap
tertentu.
Teknologi
yang semakin maju memunculkan fenomena-fenomena baru yang berkembang di masyarakat,
salah satunya adalah citra digital. Pengguna citra digital seringkali
melakukan manipulasi pada suatu citra digital untuk mendapatkan tampilan citra
digital baru sesuai dengan yang pengguna tersebut inginkan. Terkait dengan hal ini,
beberapa pengguna citra digital tidak ingin citra digital miliknya dapat
berubah atau diubah, atau paling tidak mereka dapat mengetahui jika citra
miliknya telah berubah atau termanipulasi, sehingga mereka bisa menentukan
apakah citra tersebut layak pakai atau tidak. Pengguna seperti ini misalnya
pihak medis yang mempunyai citra digital berupa gambar dari bagian tertentu
tubuh pasiennya dan pekerja di media massa yang mempunyai citra berupa fakta
yang akan diberitakan di media massa.
Kebutuhan seperti ini disebut
kebutuhan verifikasi citra.
Kebutuhan lain yang muncul adalah kebutuhan otentikasi citra yaitu
kebutuhan kepemilikan (copyright) suatu citra digital. Watermarking dapat menjadi solusi untuk
menyelesaikan kedua masalah tersebut. Watermarking yaitu teknik menyisipkan
suatu informasi ke dalam data multimedia. Informasi / watermark tersebut dapat berupa data
data citra, audio, ataupun video yang menggambarkan kepemilikan suatu pihak.
Watermark dapat dianggap sebagai sidik digital dari pemilik data multimedia
tersebut, dalam hal ini berupa citra digital.
1. Watermarking
Digital
Watermarking digital merupakan
teknologi untuk memberikan dan membuktikan hak kepemilikan atas karya digital,
mendeteksi copy yang sah, mengotrol penggunaan data yang sah dan menganalisis
penyebaran data melalui jaringan dan server. Tujuan utama mengenai
watermarking digital dalam paper ini adalah merancang sebuah algoritma yang
bisa digunakan untuk semua jenis video dan dapat menyisipkan (embed) semu jenis
kode informasi, terutama kode binary, dalam hal ini words Pada watermarking,
label atau kode yang disisipkan ke dalam data multimedia harus unik yang
mengidentifikasikan pemegang hak cipta dan label tersebut sulit untuk dihapus
bahkan setelah beberapa kali transformasi data. Jadi keberadaan data (label) di
dalam produk harus dijaga. Teknik pelabelan bertujuan untuk memberikan keamanan
dan kekuatan (robustness) label yang disisipkan terhadap usaha-usaha sebagai
berikut : pendeteksian lokasi data yang
disisipkan, menemukan
dan mengubah label yang disisipkan, perusakan
atau penghapusan label yang disisipkan. Semua tranformasi pada frames
dapat menimbulkan kerusakan pada informasi yang disisipkan dan informasi
tersebut tidak dapat ditemukan kembali oleh pemiliknya.
2. Rahasia di Dalam Gambar Digital
Banyak
cara untuk menyembunyikan informasi di dalam gambar. Untuk menyembunyikan
informasi, penyisipan pesan yang langsung dapat meng-enkode setiap bit dari
informasi dalam gambar atau menempelkan pesan secara selektif dalam area noisy,
menggambarkan area yang kurang diperhatikan, dimana ada banyak variasi warna
natural. Pesan dapat juga terserak secara acak sepanjang gambar. Pola
redundansi encoding “wallpapers” menutup gambar dengan pesan. Sejumlah cara yang ada untuk
menyembunyikan informasi dalam gambar digital dengan pendekatan yang umum
termasuk :
-
penyisipan least significant bit
-
masking dan filtering, dan
-
algoritma dan transformasi.
Setiap
teknik-teknik itu dapat diaplikasikan dengan derajat kesuksesan yang bervariasi
pada file gambar yang berbeda.
a.
Penyisipan Watermark
Watermark
dapat berupa citra, teks, audio, ataupun video. Watermark yang disisipkan
dipecah-pecah menjadi blok-blok dengan ukuran masing-masing blok adalah 128 bit
sesuai dengan hasil keluaran (message digest) fungsi hash satu arah MD5.
Sebelumnya, citra digital dipecah-pecah dahulu menjadi blok-blok sehingga LSB
(Least Significant Bit) setiap blok dapat digantikan dengan blok watermark yang
telah dikenai beberapa proses. Proses-proses yang terjadi yaitu blok watermark
(128 bit) di-XOR dengan hasil MD5 (message digest dengan panjang 128 bit) dari
blok citra digital yang LSB-nya sudah diubah menjadi 0. Kemudian hasil XOR
tersebut akan dienkripsi dengan RSA menggunakan kunci rahasia dari pemilik
citra digital. Hasil dari enkripsi ini akan menggantikan LSB pada blok citra
digital yang sebelumnya diset 0. Adapun
metode penyisipan watermarking
sebagai berikut:
→
Penyisipan Least
Significant Bit
Penyisipan
Least Significant Bit (LSB) adalah umum, pendekatan yang sederhana untuk
menempelkan informasi di dalam suatu file cover. Sayangnya, hal itu sangat peka
untuk kejadian yang melalaikan manipulasi gambar. Meng-konvert suatu gambar
dari format GIF atau BMP, yang merekonstruksi pesan yang sama dengan aslinya
(lossless compression) ke JPEG yang lossy compression, dan ketika dilakukan
kembali akan menghancurkan informasi yang tersembunyi dalam LSB.
Gambar 24-bit
Untuk
menyembunyikan suatu gambar dalam LSB pada setiap byte dari gambar 24-bit,
dapat disimpan 3 byte dalam setiap pixel. Gambar 1,024 x 768 mempunyai potensi
untuk disembunyikan seluruhnya dari 2,359,296 bit (294,912 byte) pada
informasi. Jika pesan tersebut dikompres untuk disembunyikan sebelum
ditempelkan, dapat menyembunyikan sejumlah besar dari informasi. Pada pandangan
mata manusia, hasil stego-image akan
terlihat sama dengan gambar cover.
Untuk
contoh huruf A dapat disembunyikan dalam tiga pixel (asumsikan tidak ada
kompresi). Raster data asli untuk 3 pixel (9 byte) menjadi
(00100111
11101001 11001000)
(00100111
11001000 11101001)
(11001000
00100111 11101001)
Nilai biner untuk A adalah 10000011.
Sisipan nilai biner untuk A dalam tiga pixel akan menghasilkan
(00100111
11101000 11001000)
(00100110 11001000
11101000)
(11001000
00100111 11101001)
Bit-bit
yang digaris bawahi hanya tiga perubahan secara aktual dalam 8 byte yang
digunakan. Secara rata-rata, LSB membutuhkan hanya setengah bit dalam suatu
perubahan gambar. Kita dapat menyembunyikan data dalam least dan second least
significant bit dan mata manusia masih belum dapat membedakannya.
Gambar 8-bit
Gambar
8-bit tidak diberikan untuk manipulasi LSB karena keterbatasan warnanya. Ketika
informasi disisipkan ke dalam LSB dari raster data, penunjuk kemasukan warna
dalam palette yang diubah. Dalam suatu contoh, suatu palette sederhana empat
warna dari putih, merah, biru dan hijau mempunyai posisi masukan palette yang
sesuai secara berturut-turut dari 0 (00), 1 (01), 2 (10), dan 3 (11). Nilai
raster dari empat pixel yang bersebelahan dari putih, putih, biru dan biru
adalah 00 00 10 10.
Penyembunyian nilai biner 1010 untuk perubahan bilangan 10 raster data ke
01 00
11 10, adalah merah, putih, hijau
dan biru.
→
Masking dan
Filtering
Teknik
masking dan filtering, hanya terbatas ke gambar 24-bit dan gray-scale,
informasi disembunyikan dengan menandai suatu gambar dengan cara seperti paper
watermark. Teknik watermarking dapat di aplikasikan dengan resiko rusaknya
gambar dalam kaitannya dengan lossy compression, sebab mereka lebih menyatu ke
dalam gambar.
Masking
lebih robust dari pada penyisipan LSB dengan hasil kompresi, cropping, dan
beberapa pemrosesan gambar. Tehnik masking menempelkan informasi dalam area
significant sehingga pesan yang tersembunyi itu lebih bersatu dengan gambar
cover dari pada penyembunyian dalam level “noise”.
→
Algoritma dan
Transformasi
Manipulasi
LSB adalah suatu cara yang cepat dan mudah untuk menyembunyikan informasi
tetapi sangat peka untuk perubahan hasil yang kecil dari pemerosesan gambar
atau lossy compression. Seperti kompresi
yang merupakan kunci keuntungan dari gambar JPEG yang mempunyai kelebihan dari
format yang lain. Gambar dengan kualitas warna yang tinggi dapat disimpan dalam
file yang relative kecil menggunakan metoda kompresi JPEG; sehingga gambar JPEG
menjadi lebih berlimpah pada Internet.
Gambar
JPEG menggunakan discrete cosine transform (DCT) untuk mencapai kompresi. DCT
adalah transformasi lossy compression sebab nilai cosine tidak dapat dihitung
sama, dan perhitungan yang diulangi menggunakan jumlah presisi yang terbatas,
menjelaskan pembulatan kesalahan ke dalam hasil akhir. Varian diantara nilai
data yang asli dan nilai data yang disimpan kembali tergantung pada metoda yang
digunakan untuk menghitung DCT.
Dalam
penambahan ke DCT, gambar dapat diproses dengan transformasi fast fourier dan transformasi wavelet. Properti gambar
yang lain seperti luminance dapat juga dimanipulasi. Teknik patchwork
menggunakan metoda redundant patern encoding dan spread spectrum ke informasi
tersembunyi yang tersebar dalam keseluruhan gambar cover (“patchwork” adalah
metoda yang menandai area gambar, atau patch).
Dalam
menggunakan redundant pattern encoding, kita harus menjual ukuran pesan melawan
ketahanan. Untuk contoh, suatu pesan yang kecil dapat di gambarkan beberapa
kali pada gambar. Encrypt dan scatter adalah teknik yang lain dalam
menyembunyikan data secara menyeluruh ke gambar. Pesan yang menyebar lebih
disukai daripada noise. Penganjur dari pendekatan ini mengasumsikan bahwa jika
pesan bit diekstrak, akan menjadi sia-sia tanpa algoritma dan stego-key
men-dekodenya.
b.
Watermarking untuk Pelabelan Hak Cipta
Masalah Hak Cipta dari dahulu
sudah menjadi hal yang utama dalam segala ciptaan Manusia, ini digunakan untuk
menjaga originalitas atau kreatifitas pembuat akan hasil karyanya. Hak cipta
terhadap data-data digital sampai saat ini belum terdapat suatu mekanisme atau
cara yang handal dan efisien, dikarenakan adanya berbagai faktor-faktor tadi
(faktor-faktor yang membuat data digital banyak digunakan).
Beberapa
cara yang pernah dilakukan oleh orang-orang untuk mengatasi masalah pelabelan
hak cipta pada data digital, antara lain:
- Hearder
Marking; dengan memberikan keterangan atau informasi hak cipta pada header
dari suatu data digital.
- Visible Marking; merupakan cara dengan memberikan
tanda hak cipta pada data digital secara eksplisit.
- Encryption; mengkodekan data digital ke dalam representasi
lain yang berbeda dengan representasi aslinya (tetapi dapat dikembalikan
ke bentuk semula) dan memerlukan sebuah kunci dari pemegang hak cipta
untuk mengembalikan ke representasi aslinya.
- Copy Protection; memberikan proteksi pada data
digital dengan membatasi atau dengan memberikan proteksi sedemikian rupa
sehingga data digital tersebut tidak dapat diduplikasi.
Cara-cara
tersebut diatas memiliki kelemahan tersendiri, sehingga tidak dapat banyak
diharapkan sebagai metoda untuk mengatasi masalah pelabelan hak citpa ini. Contohnya:
- Header
Marking; Dengan menggunakan software sejenis Hex Editor, orang lain dengan
mudah membuka file yang berisi data digital tersebut, dan menghapus
informasi yang berkaitan dengan hak cipta dan sejenisnya yang terdapat di
dalam header file tersebut.
Kelemahan
: Ada
beberapa software, seperti Hex Editor dan sejenisnya, yang dapat digunakan
untuk membuka dokumen yang berisi data digital tersebut (dalam bentuk kode
heksadesimal), kemudian menghapus informasi yang berkaitan dengan hak cipta dan
sejenisnya yang terdapat di dalam header dokumen tersebut.
- Visible
Marking; Penandaan secara eksplisit pada data digital, memang memberikan
sejenis tanda semi-permanen, tetapi dengan tersedianya software atau
metoda untuk pengolahan, maka dengan sedikit ketrampilan dan kesabaran,
tanda yang semipermanen tersebut dapat dihilangkan dari data digitalnya.
Kelemahan
: Sama
seperti kondisi sebelumnya, dengan tersedianya software untuk image processing,
maka dengan sedikit ketrampilan dan kesabaran untuk memanipulasi citra digital,
tanda atau simbol tersebut dapat dihilangkan dari data digitalnya.
Sumber
: snap-shot.com
- Encryption;
Penyebaran data digital dengan kunci untuk decryption tidak dapat menjamin
penyebarannya yang legal. Maksudnya setelah data digital terenkripsi
dengan kuncinya telah diberikan kepada pihak yang telah membayar otoritas
(secara legal), maka tidak dapat dijamin penyebaran data digital yang
telah terdekripsi tadi oleh pihak lain tersebut.
Kelemahan
: Kunci
rahasia tersebut dapat berupa kunci publik maupun kunci privat. Pemegang kunci
publik adalah suatu badan yang dipercaya oleh masyarakat umum (Key Distribution
System). Jika informasi yang disimpan oleh KDS bocor, maka penyebaran data
digital secara ilegal dapat dengan mudah dilakukan.
- Copy
Protection; Proteksi jenis ini biasanya dilakukan secara hardware, seperti
halnya saat ini proteksi hardware DVD, tetapi kita ketahui banyak data
digital saat ini tidak dapat diproteksi secara hardware (seperti dengan
adanya Internet) atau dengan kata lain tidak memungkinkan dengan adanya
proteksi secara hardware.
Kelemahan
: Sampai
saat ini, proteksi dilakukan secara hardware, misalnya proteksi pada DVD, namun
dengan adanya internet, proteksi secara hardware menjadi tidak lagi bermanfaat.
Dengan
demikian, kita memerlukan suatu cara untuk mengatasi hal yang berkaitan dengan
pelanggaran hak cipta ini, yang memiliki sifat-sifat seperti:
- Invisible atau inaudible; Tidak tampak (untuk data
digital seperti citra, video, text) atau tidak kedengaran (untuk jenis
audio) oleh pihak lain dengan menggunakan panca indera kita (dalam hal ini
terutama mata dan telinga manusia).
- Robustness; Tidak mudah dihapus/diubah secara
langsung oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan tidak mudah
terhapus/terubah dengan adanya proses pengolahan sinyal digital, seperti
kompresi, filter, pemotongan dan sebagainya.
- Trackable;
Tidak menghambat proses penduplikasian tetapi penyebaran data digital
tersebut tetap dapat dikendalikan dan diketahui.
Teknik watermarking tampaknya
memiliki ketiga sifat-sifat diatas, karena faktor-faktor invisibility dan
robustness dapat kita atur, dan data yang terwatermark dapat diduplikasi
seperti layaknya data digital. Watermarking sebagai metoda untuk pelabelan hak
cipta dituntut memiliki berbagai kriteria (ideal) sebagai berikut agar
memberikan unjuk kerja yang bagus:
- Label
Hak Cipta yang unik mengandung informasi pembuatan, seperti nama, tanggal,
dst, atau sebuah kode hak cipta seperti halnya ISBN (International
Standard for Book Notation) pada buku-buku.
- Data
terlabel tidak dapat diubah atau dihapus (robustness) secara langsung oleh
orang lain atau dengan menggunakan software pengolahan sinyal sampai
tingkatan tertentu.
- Pelabelan
yang lebih dari satu kali dapat merusak data digital aslinya, supaya orang
lain tidak dapat melakukan pelabelan berulang terhadap data yang telah
dilabel.
3. Aplikasi Watermarking
Pada Multimedia Digital
Watermarking dapat diimplementasikan pada
media teks, citra, audio maupun video yang bertipe data digital. Secara umum
klasifikasi aplikasi watermarking dapat dibagi menjadi beberapa kelompok
yaitu:
→ Copyright protection. Copyright dapat berupa informasi kepemilikan
seperti nama dan alamat ataupun gambar logo yang disisipkan secara tampak
ataupun tidak tampak dalam suatu host. Biasanya teknik yang digunakan
untuk melakukan watermarking dengan tujuan copyright protection adalah
teknik yang memiliki karakteristik robustness yang tinggi. Klaim oleh
pihak lain atas kepemilikan multimedia digital tersebut dapat dibantah dengan
melakukan ekstraksi terhadap watermarked media yang selanjutnya
dilakukan perbandingan.
→ Autentikasi. Sebagian
referensi menyebutkan aplikasi watermarking untuk autentikasi juga dapat
berguna untuk tamper proofing. Secara umum bahwa pemilik multimedia digital
menyisipkan watermarknya sedemikian sehingga jika terjadi sedikit saja
perubahan dapat diketahui dengan melihat watermark hasil ekstraksinya. Dengan
kata lain bahwa jika watermark hasi ekstraksi tidak sama persis dengan
watermark aslinya maka sudah dapat dipastikan bahwa watermarked media sudah
dilakukan perubahan. Manfaat kunci pada skema juga dimungkinkan sebagai salah
satu faktor autentikasi. Jika hasil ekstraksi dengan kunci tersebut
menghasilkan watermark yg berbeda maka disimpulkan bahwa watermarked
media telah diubah. Pada era digital, data rekam medis dapat dengan mudah
dilakukan perubahan oleh pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi. Dengan
memberikan watermark yang berupa informasi pasien pada data rekam medis
maka usaha perubahan dapat diketahui.
→
Device Control. Konsep yang diberikan adalah dengan
memberikan suatu watermark yang berbeda untuk masing-masing distributor
multimedia. Pihak pabrik ingin memastikan bahwa satu distributor hanya menjual
multimedia pada area tertentu sehingga jika ditemukan watermark yang berbeda
disuatu daerah maka dipastika adanya pelanggaran. Konsep semacam ini umumnya
digunakan oleh distributor DVD. Dengan memanfaatkan perangkat tambahan pada
player DVD maka konsep watermark semacam ini dapat ditingkatkan menjadi
aplikasi watermark yang bersifat piracy protection.
→ Broadcast Monitoring. Pada aplikasi ini umumnya digunakan untuk memastikan bahwa
multimedia yang diinginkan sudah benar-benar dilakukan pengiriman secara broadcast.
Hal semacam ini banyak digunakan dalam advertising untuk memastikan
iklan yang dibuatnya sudah ditayangkan oleh pihak stasiun televisi atau radio.
→ Komunikasi Rahasia. Selama teknik yang digunakan adalah
teknik-teknik dari steganografi, maka watermarking juga dapat digunakan untuk
fungsi-fungsi steganografi. Fungsi steganografi yang paling utama adalah untuk
komunikasi rahasia. Jika kriptografi dilarang dibeberapa negara dengan alasan
keamanan maka tidak ada yang melarang penggunaan steganografi karena sulitnya
pembuktian akan keberadaannya.
4. Analisis
Ø Benchmarking
Salah cara untuk menguji
kualitas dan kekuatan algoritma watermarking adalah dengan melakukan benchmarking.
Tetapi algoritma yang umum dilakukan benchmarking adalah algoritma yang
mengutamakan karakteristik robustness pada output watermarked medianya.
Untuk algoritma watermarking yang tidak dengan karakteristik
robust, tidak perlu memerlukan benchmarking.
Salah satu paket benchmarking
untuk algoritma watremarking yang cukup terkenal adalah
Stirmark Benchmark. Stirmark benchmark adalah paket benchmarking algoritma
watermarking yang diajukan oleh Fabien Petitcolas sejak November 1997.
Paket ini menawarkan berbagai macama serangan terhadap watermarked media,
khususnya citra untuk menguji ketahanan dari watermark yang
disisipkan. Pengujian-pengujian ini umumnya berupa modifikasi, seperti cropping,
add noise, blurring, converting dan lain-lain.
Ø Watermarking, Steganografi dan Kriptografi
Meskipun teknik watermarking didapat
dari steganografi, tetapi beberapa karakteristik kegunaannya dapat berbeda.
Jika dibandingkan dengan kriptografi, watermarking dapat memiliki fungsi
yang sama tetapi dengan teknik yang berbeda. Perbandingan secara umum dari tiga
teknik pengamanan informasi dari ketiga teknik tersebut dapat dilihat pada
Tabel di bawah ini.
Tabel perbandingan Watermarking,
Steganografi dan Kriptografi
Karakteristik
|
Watermarking
|
Steganografi
|
Kriptografi
|
Hasil
|
Terlihat / tidak terlihat
|
Tidak terlihat
|
Tidak terbaca
|
Kebutuhan akan host
|
Perlu
|
Perlu
|
Tidak perlu
|
Kebutuhan akan kunci
|
Lokasi
|
Lokasi
|
Utama
|
Jumlah data dioperasikan
|
Sedikit
|
Sebanyak mungkin
|
Sedikit mungkin
|
Kemudahan deteksi
|
Tergantung
|
Sesulit mungkin
|
Mudah
|
Integritas dan autentikasi
|
Tidak harus
|
Sedikit
|
Wajib
|
Tujuan attacker
|
Mendeteksi data
|
Menghapus data
|
Membuka data
|
Tujuan pengguna
|
Melindungi host
|
Melindungi data
|
Melindungi data
|
Pengguna
|
Seniman,
penerbit, perusahaan rekaman
|
Mata-mata,
teroris, pengedar narkoba, pemerintah?
|
Pemerintah,
perusahaan komunikasi, bank
|
Referensi :
→ Ingemar J. Cox, dkk, Digital
Watermarking and Steganography, Morgan Kaufman, 2008
→ Chun-Shien Lu, Multimedia Security:
Steganography and Digital Watermarking Techniques for Protection of
Intellectual Property, IDEA Group Publishing, 2005
→ Eric Cole, Hiding in Plain Sight:
Steganography and the Art of Covert Communication, Wiley Publishing Inc,
2003
→ Fabien A. P. Petitcolas, Information
hiding techniques for steganography and digital watermarking, Artech House
Books, 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar